BISNIS NEWS – Tantangan ada di hadapan mata, yang sudah sering didengar, antara lai: kondisi regional dan global yang tidak stabil, konflik Rusia-Ukraina, persaingan USA dan China di LCS, Inflasi, krisis pangan dan energi.
Indonesia sudah berubah sejak lama dari negara OPEC menjadi net importer, dan masalah industri dalam negeri yang kinerjanya terus menurun.
Tetapi di samping inisialisasi tantangan, yang paling penting kita harus paham lebih detail tantangan yang muncul seperti apa dan bagaimana menyiasatinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dampak perang Rusia vs Ukraina mengakibatkan kenaikan harga-harga energi dan komoditas pangan dunia.
Ketegangan itu bisa ekstrim dan bisa menyebabkan tergulingnya Presiden Srilanka dan Pakistan, juga kini Haiti sedang bergejolak.
Namun jangan terlalu percaya Bank Dunia bahwa ada 60 negara yang akan bangkrut.
Sebelum 1998 IMF dan world bank juga menyebut perekonomian Indonesia amat kuat, tetapi kenyataan sebaliknya Indonesia bangkrut.
Jadi banyak yang ngibul juga di lembaga tersebut.
Tetapi fakta-fakta ekonomi Indonesia juga bisa menjadi tidak stabil akibat pengaruh perang Rusia-Ukraine, untungnya Indonesia Indonesia masih bisa mengendalikan harga-harga.
Bahkan kita lihat di USA juga ada kasus antrian panjang makanan. Karenanya kita jangan meremehkan hal tersebut.
Di dalam krisis yang terjadi saat ini sebenarnya peluang tersembunyi dan berkah dari Tuhan, semisal batubara dan sawit kita harganya naik pesat.
Ini menyebabkan ekspor kita naik hampir 50 persen, sesuatu hal yang tidak terjadi sebelumnya. APBN kitapun menerima dana Rp300 triliun karenanya.
Kenaikan ekstrim harga-harga komoditas dunia, gas, minyak bumi, gandum, jagung, soybean mengakibatkan rakyat dan buruh tercekik efek kenaikan harga-harga dalam negeri.
Hal mana akan berpotensi mengakibatkan ketidakstabilan sosial.
Karenanya hal itu harus dikelola dalam kebijakan terutama terkait dengan kebijakan pengendalian inflasi, yang merupakan gabungan pekerjaan pemerintah dan Bank Indonesia.
Kenaikan harga energi gas dan minyak bumi menyebabkan APBN kita kewalahan.
Subsidi pemerintah telah mencapai angka Rp500 triliun, yhang merupakan pemborosan, tetapi kemudian dengan gampang disumbat dengan dana limpahan sawit dan komoditas lainnya.
Agak tidak bijaksana jika pemerintah mengeluarkan dana seperti itu untuk subsidi, karena bisa mengorbankan semuanya. Kecuali subsidi memang diperuntukkan bagi orang miskin.
Itu adalah tantangan kebijakan Jokowi dan team untuk menyiasati gelombang yang datang.
Berkah dana sawit dan batubara tentu tidak selamanya, dalam satu atau dua tahun akan habis. Dan akan meninggalkan bom waktu bagi presiden berikutnya.
Kinerja industri nasional yang dulu peranannya mencapai 30 persen PDB kini hanya berkisar 19 persen saja.
Sektor jasa yang justru tinggi, tetapoi menyerap tenaga kerja yang terus menurun.
Butuh 5-10 tahun untuk membangun kembali industri nasional dan itun harus dijalankan dengan kebijakan yang komprehensif sepertin telah dijalankan pada tahun 1980-an dan 1990-an.
Ingat tingkat pertumbuhan pada duha dekade tersebut mecapai 7-8 persen. Sementara saat ini yang jaya hanya industri sawit dan batubara.
Industrinya secara keseluruhan tersendat. Karena itu industri hilir harus diperbaiki dan dibangun Kembali karena sektor ini menyerap tenaga kerja jauh lebih banyak daripada sektor jasa.
Titik kritis ekonomi Indonesia saat ini ada pada neraca perdagangan yang defisit.
Terjadi lebih besar impor dari ekspor sehingga minus dalam neraca perdagangan nasional (kecuali satu dua tahun terakhir ini).
Seharusnya kondisi ini bisa diatasi dengan modal masuk dan tertolong oleh investor luar negeri yang menanam modal di dalam negeri.
Jika neraca tetap seperti itu, maka Rupiah selalu tertekan dan sulit menjadi kuat.
Krisis yang terjadi sebenarnya juga menciptakan peluang. Diantaranya dari apa yang terjadi dengan PHK massal pekerja di mall-mall, tetapi menjadi peluang baru dari 3-4 juta pengemudi OJOL.
Juga ada miliaran transaksi di bisnis e commerce yang menjadi peluang baru. Transaksi ekonomi saat ini dilakukan via e-commerce cukup dengan gunakan HP.
Kita lihat peluang dan solusi krisis dengan Teori Creative destruction, Schumpeter. Dalam keadaan ekonomi normal pun selalu ada krisis mikro setiap hari, minggu dan seterusnya.
Yang terjadi adalah selalu terjadi disrupsi ketika kemajuan penemuan teknologi baru, maka teknologi lama hancur (creative destruction). Produk pager digantikan oleh HP android.
Krisis akan selalu terjadi ketika ditemukan teknologi baru yang mendisrupsi produk atau pola-pola transaksi sebelumnya.
Krisis covid menyebabkan banyak kegiatan ekonomi, sektor, mal dan lain-lain hancur. Dengan inspirasi teori ini, maka perlu dengan cepat mengembangkan teknologi bnaru untuk menggantikan yang macet karena covid.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Teknologi digital kini berkembang merambah dunia dan itu yang harus terus dikembangkan sebagai sistem ekonomi pada masa new normal.
Berbeda Ketika masa pandemi covid 19, di mana mall-mall bertumbangan, lalu itu menjadi peluang harus ditemukannya inovasi-inovasi baru dalam berbelanja.
Jadi krisis itu adalah juga peluang untuk menemukan hal hal baru. Temuan teknolog digital juga mempercepat mobiltas data dan model pertemuan.
Creative disruption menemukan digitalisasi di semua sektor kehidupan. Di Kawasan Timur Indonesia tidak boleh lagi dikeluhkan kelangkaan jaringan internet.
Tuhan memberi berkah kepada negara bangsa Indonesia dengan kelimpahan luar biasa sumber daya alam batubara, nikel, sawit dan lain-lain. Hal itu semua harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Namun tantangan baru akan segera muncul dari luar negeri dengan green economy yang tidak lagi memperbolehkan penggunaan energi batubara dalam industri-industri dan produk turunannya.
Dunia akan membanned semua produk yang diproduksi dengan energi batubara. Hal itu juga peluang bagi kita dalam wawasan green economy yang harus cepat-cepat disiasati.
Studi INDEF dan BKPM telah dilakukan untuk mengekplorasi semua kemungkinan resource base industry agar bisa menjadi peluang yang bisa mengkompensasi kerugian-kerugian sebelumnya.
Jadi Indonesia tidak seharusnya bernasib sama dengan Srilanka. Indonesia punya banyak sekali sumber daya dan tidak seharusnya krisis. Tinggal lagi bagaimana mengelola potensi SDA yang banyak tersebut.
Rekomendasi INDEF atas hal itu telah disampaikan kepada pihak BKPM untuk selayaknya dilaksanakan. BKPM juga tengah melakukan riset bagaimana agar investasi dapat ditingkatkan ke dalam negeri.
Ekspor Indonesia mutlak harus dikembangkan. Pada 1980-an yang menerima lebih duapertiga ekspor Indonesia hanya Jepang, Eropa dan USA.
Namun sekarang peluang ekpsor ke mancanegara sudah terbuka banyak di samping ke China dan ASEAN. North Africa, India, Latin Amerika, Eropa Timur dan lain-lain. Terbuka peluang di mana-mana.
Green Economy terutama lahan gambut Indonesia yang tersedia banyak rupanya banyak menyimpan karbon yang begitu besar.
Dan itu bisa dijual (carbon trading). Harus tersedia data lahan gambut luasan, data emisi dan lain-lain yang dapat disampaikan kepada pembeli karbon.
Hal itu belum dilakukan dan butuh strategi penyiapannya agar dapat didayagunakan.
Kebijakan untuk memanfaatkan lahan gambut harus disiapkan pemerintah karena itu peluang besar untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dunia.
Oleh: Prof Dr Didik J Rachbini, Ekonom Senior INDEF. Resume Seminar “Transformasi Administrasi dan Kebijakan Publik di Era Post Truth dalam Mewujudkan Indonesia Tumbuh, Indonesia Tangguh”, tanggal : 27 Juli 2022. Dengan para pembicara Rektor Universitas Paramadina, Prof Dr Didik J Rachbini, dan Dosen Dept Administrasi Publik UNPAD dan Wakil Sekretaris Jenderal IAPA Dr MD Enjat Munajat S.Si MTI.***
Buat yang hobby berbagi tulisan artikel atau opini (pendapat, pandangan dan tanggapan) ayo menulis, artikel dapat dikirim lewat WhatsApp ke: 0855-7777888.