Oleh: Eisha M. Rachbini Ph.D, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
BISNISNEWS.COM – Silicon Valley Bank (SVB Bank) memang salah satu bank yang inovatif di dunia.
Dia menjadi salah satu growing bank di USA dan 16 bank terbesar di USA meski segmented di start-up dan venture capital.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Banyak yang tertarik invest di SVB bank venture capital dan startup juga punya deposit di bank itu karena memang sangat inovatif.
SVB bank juga mengalami pertumbuhan asset yang sangat cepat. Pada akhir 2021 SVB punya 116 miliar USD dan naik menjadi 216 miliar USD di 2022.
Masalahnya, terjadi liquidity mistmatch antara ketika adanya deposito sebagai tabungan jangka pendek oleh SVB bank ditanamkan ke investasi jangka panjang.
Di antaranya di government bonds. Sementara government bond saat sebelum pandemic covid 19 memiliki interest rate yang rendah.
Kebijakan moneter di bank sentral USA dam beberapa negara waktu itu memang menstimulus perekonomian paska financial crisis 2018.
Ketika terjadi pandemi dan lain-lain, pergerakan dari interest rate sangat cepat naik/agresif di USA untuk mengatasi inflasi.
Sehingga dengan kenaikan interest rate yang sangat cepat itu nilai asset interest rate SVB jatuh.
Nilai Interest rate dengan harga government bond menjadi berbanding terbalik hingga asset nya turun.
Hal itu merembet pada kepercayaan investor di startup dan venture capital.
Muncul keputusan menarik dana di SVB bank namun tidak terdapat dana cukup di situ karena sudah diinvestasikan di longterm bonds.
Terjadi mismatch dan tidak bisa mengcover penarikan dana yang sangat cepat dan kemudian collapse.
Risiko ke Indonesia kecil secara langsung, karena ada beberapa indikator antara lain perbankan di Indonesia mempunyai kecukupan modal yang kuat.
Tidak ada juga start up di Indonesia yang terhubung langsung ke SVB bank. di valuated IHSG memang terjadi guncangan karena pengaruh pasar global.
Namun ke depan dari sisi moneter dengan jatuhnya SVB Bank bisa mengingatkan para regulator di dunia/USA
Mungkin kasus seperti SVB akan terjadi juga pada beberapa bank lain karena kepemilikan di government bond dan beberapa institusi keuangan lain, systematic impact.
Masalah utamannya ada pada interest rate, pergerakan interest rate di luar negeri bisa jadi mempengaruhi posisi keuangan dalam negeri dan juga patut diwaspadai.
Yang harus dilakukan adalah menjaga kestabilan sistem keuangan.
Meski di USA sanggup menanggung semua depositor yang ada sebesar 250 ribu USD.
Artikel ini disarikan dari Diskusi Twitter Space “SVB Bangkrut, Akankah Berimbas Ke Indonesia” pada Maret 2023 yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina.***