BISNISNEWS.COM – Pihak Istana Istana memberikan tanggapannya terkait permintaan Syahrul Yasin Limpo (SYL) untuk Presiden Jokowi menjadi saksi korupsi SYL.
Seperti diketahui, kuasa hukum SYL menyatakan bahwa pihaknya sudah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi.
Tujuannya agar bersedia hadir menjadi saksi yang meringankan dalam sidang kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Sosok Ini Berhasil Memberdayakan Komunitas Perempuan di Lamongan Jatim, Melalui Pendampingan BRI
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut kuasa hukum SYL, Djamaluddin Koedoeboen, perkara SYL yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terjadi ketika pandemi COVID-19.
Pandemi mrmberikan adanya hak diskresi yang diberikan Presiden kepada menterinya dalam pengelolaan kementerian.
Namun, apa yang dilakukan SYL kemudian dianggap bermasalah oleh KPK.
Baca Juga:
Figur Inspiratif Lokal Gerakkan UMKM di Desa Bululor, Jambon, Ponorogo, Diberdayakan BRI
Rosan Perkasa Roeslani Jelaskan Soal Rencana Investasi Apple Sebesar 1 Miliar Dolar AS di Indonesia
Oleh karena itu, SYL dan kuasa hukumnya berharap Presiden Jokowi sebagai penanggung jawab tertinggi negara bisa memenuhi permohonan mereka untuk hadir sebagai saksi dalam persidangan tersebut.
Terkait hsl tersebut Staf Khusus Presiden RI Bidang Hukum Dini Purwono memberikan tanggapannya.
Dini Purwono menilai tidak relevan permintaan mantan Menteri Pertanian SYL agar Presiden Jokowi sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi SYL.
“Menurut kami permintaan tersebut tidak relevan,” kata Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Sabtu (8/6/2024)
Baca Juga:
Di Hadapan Para Pimpinan Perusahaan AS – ASEAN, Prabowo Subianto Puji Kinerja Kabinet Merah Putih
Dini menjelaskan bahwa proses persidangan yang tengah dijalani SYL adalah terkait dengan dugaan tindakan yang dilakukan dalam kapasitas pribadi.
Dan bukan dalam rangka menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya sebagai pembantu Presiden.
Dian pun menegaskan bahwa hubungan Presiden dengan para pembantunya adalah sebatas hubungan kerja guna menjalankan pemerintahan.
“Presiden tidak dalam kapasitas untuk memberikan tanggapan atau komentar apa pun terkait dengan tindakan pribadi para pembantunya,” ujar Dini.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.***
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Mediaagri.com dan Harianekonomi.com
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Infoekspres.com dan Hellotangerang.com
Sedangkan untuk publikasi press release di media ini atau serentak di puluhan media lainnya, klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional)
WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Pastikan download aplikasi portal berita Hallo.id di Playstore (android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik.