BISNISNEWS.COM – Pemilihan presiden (Pilpres) masih cukup lama, tapi copras-capres sudah mulai ramai.
Partai politik menaksir-naksir, siapa yang akan dijadikan jagonya, untuk diadu di arena pilpres.
Sang jago berebut menunjukkan taji, dengan survei-survei buatan, siap untuk diadu.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Tiga UKM Makanan Indonesia Ikuti Seoul Food & Hotel 2025 Melalui Fasilitasi BNI
Raja Ampat Memanas: Empat Tambang Nikel Disorot, Indikasi Korupsi Menguat di Balik Izin Lingkungan

SCROLL TO RESUME CONTENT
Negara ini seolah-olah milik mereka, milik para pemimpin 9 partai politik. Mereka dengan seenaknya menentukan siapa yang boleh menjadi presiden dan wakil presiden.
Memang mereka itu siapa, di bumi Indonesia ini? Apa hak mereka bisa menentukan seenaknya, siapa bakal calon presiden dan wakil presiden?
Memang mereka itu siapa?
Baca Juga:
MAKI Laporkan Pimpinan KPK Terkait Lambannya Penanganan Kasus Korupsi Dana CSR Bank Indonesia
Duel Elon Musk dan Donald Trump: Dampaknya pada Kebijakan Energi Baru dan Pasar Saham Amerika
Bank DKI–Bank Maluku Malut Jalin KUB, Dorong Konsolidasi Perbankan Daerah
Apa hak 9 partai politik tersebut, sehingga bisa menentukan seenaknya, mendikte dan mempermainkan nasib bangsa besar ini, yang berjumlah 270 juta orang lebih?
Mereka kasak-kusuk menentukan calon presiden. Nasib Anies masih digantung, partai Demokrat dan PKS belum menentukan sikap.
Nasib Ganjar terkatung-katung, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih enggan mencapreskan Ganjar, PDIP malah memberi sanksi kepada Ganjar.
Nasib bangsa besar ini hanya ditentukan oleh 9 partai politik, yang masing-masing tersandera Presidential Threshold 20 persen, sehingga bangsa ini hanya bisa mendapatkan 3 atau 4 nama calon presiden.
Baca Juga:
CSA Index Juni 2025 Jadi Bukti Momentum Kebangkitan Pasar Saham Nasional
Komitmen BRI Mendapat Pengakuan atas Peran Nyata dalam Urban Farming dan Pemberdayaan Perempuan
Rumah BUMN Jadi Jembatan UMKM Lokal Promosikan Sambal Cita Rasa Khas Indonesia ke Mancanegara
Dari segelintir nama yang hanya berkutat seputar Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Puan Maharani, atau di lingkaran kedua ada Andika Perkasa dan Erick Thohir.
Padahal, banyak tokoh nasional yang hebat, yang mencintai negeri ini setulus hati, yang mampu memimpin bangsa ini menjadi lebih baik, membuat rakyat lebih sejahtera, dan senantiasa membela kepentingan rakyat banyak.
Tapi mereka tidak bisa tampil di pentas nasional pilpres. Rakyat tersandera oleh sistem politik dan sistem presidential threshold 20 persen yang nyata-nyata melanggar konstitusi.
Melanggar kedaulatan rakyat. Yang, ironisnya, dilindungi oleh Mahkamah Konsitusi, yang menjelma menjadi pembela tirani.
Haruskah rakyat diam saja melihat nasib negara dan bangsa ini dipermainkan oleh segelintir orang tersebut?
Haruskah rakyat diam saja melihat nasib rakyat dirusak oleh persekongkolan eksekutif, legislatif dan yudikatif, dengan membuat undang-undang yang merugikan negara dan bangsa?
Depngan membiarkan pelaksanaan pemerintahan tanpa pengawasan memadai, untuk kepentingan pribadi penguasa politik dan kroni-kroninya?
Rakyat tidak boleh diam saja. Sudah waktunya rakyat bangkit.
Sudah waktunya rakyat memperjuangkan dan merebut hak rakyat, hak kedaulatan rakyat, yang dijamin di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Rakyat wajib menuntut presidential threshold 20 persen dihapus menjadi 0 persen.
Karena presidential threshold 20 persen merupakan kejahatan demokrasi, Kejahatan konstitusi.
Maka itu, rakyat wajib menuntut:
Satu, partai politik membuat perubahan UU Pemilu untuk menghapus presidential threshold menjadi 0 persen, dan atau
Dua, presiden Jokowi mengeluarkan Perppu yang isinya menghapus presidential threshold_
menjadi 0 persen.
Semoga seluruh elemen rakyat kompak berjuang bersama-sama untuk merebut kedaulatan rakyat, untuk menghapus _presidential threshold 20 persen_.
Semoga mahasiswa, buruh, akademisi, aktivis, dan seluruh elemen masyarakat lainnya, termasuk yang di daerah, terus berjuang sampai tuntutan ini dipenuhi.
Semua perjuangan ini demi memperbaiki nasib rakyat Indonesia di masa depan, agar terbebas dari tirani partai politik.
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies). ***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Bisnisnews.com, semoga bermanfaat.