BISNIS NEWS – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meyakini prediksi portal Statista yang menjadi rujukan berbagai lembaga riset dan lembaga pemerintah dunia.
Bahwa pada tahun 2024 nanti kekuatan ekonomi Indonesia akan menjadi peringkat ke-5 dunia.
Yaitu setelah China, Amerika Serikat, India, dan Jepang, akan benar-benar terwujud.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Nasabah Prioritas Capai 161 Ribu, Kelolaan Aset Wealth Management BRI Tumbuh 23,05%
KPK akan Terbitkan DPO Jika Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor Bersikap Tak Kooperatif
Alexandra Askandar: Pionir ESG dalam Dunia Perbankan Indonesia
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bukan sekadar menjadi prediksi kajian yang berakhir di atas kertas saja.
“Kajian Statista tersebut digunakan menggunakan berbagai indikator ekonomi yang bersumber dari International Monetary Fund (IMF).”
“Antara lain purchasing power parity dan international dollars. Sehingga akurasinya sangat terpercaya. Namun bukan berarti kita lantas berpuas diri.”
Baca Juga:
Dirut BRI Sunarso Dinobatkan Sebagai Best CEO, BRI Raih 3 Penghargaan dalam TOP BUMN Awards 2024
Jokowi Langsung Pulang ke Solo Usai Prabowo Subianto Dilantik Jadi Presiden RI Periode 2024 – 2029
“Karena untuk mewujudkan prediksi tersebut, perlu kerja keras dari semua pihak.”
“Baik dari pemerintah, dunia usaha dan juga masyarakat luas, dengan didukung kondusifitas dan stabilitas politik dalam negeri yang terjaga dengan baik,” ujar Bamsoet dari Seoul, Korea, Senin, 9 Mei 2022.
Bamsoet menjelaskan, prediksi Statista menempatkan Indonesia di peringkat ke-5 ekonomi dunia bukanlah tanpa perhitungan yang matang.
Sebagai gambaran, pagi tadi (9/5/22) Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1-2022 sebesar 5,01 persen secara year on year (YoY).
Baca Juga:
Pemberdayaan BRI Tingkatkan Skala Usaha Klaster Usaha Rumput Laut Semaya di Nusa Penida, Bali
Pihak Istana Tanggapi Gugatan Perdata yang Dilayangkan oleh Rizieq Shihab kepada Presiden Jokowi
Minergi Media Luncurkan Portal Tambangpost.com Dukung Dukung Hilirisasi Tambang dan Ketahanan Energi
Meningkat dibandingkan Q1-2021 yang terkontraksi minus 0,70 persen.
“BPS juga mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai USD 9,33 miliar.”
“Sementara nilai PDB atas dasar harga berlaku sebesar Rp 4,513 triliun, dan nilai PDB atas dasar harga konstan adalah sebesar Rp 2,819 triliun,” jelas Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, salah satu faktor kekuatan ekonomi Indonesia disebabkan karena konsumsi rumah tangga yang sudah membaik.
Sebagai buah keberhasilan dari upaya memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat.
Tidak hanya itu, terputusnya mata rantai penyebaran virus Covid-19 juga telah mengembalikan kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Terlihat dari pulihnya kredit perbankan dan kinerja PMA/PMDB yang stabil selama masa pandemi.
“Indikator lainnya bisa dilihat dari penilaian lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) yang melaporkan terjadinya peningkatan outlook Indonesia.”
“Dari negatif menjadi stabil dan mempertahankan peringkat Indonesia pada level BBB (Investment Grade) pada 27 April 2022.
Outlook yang stabil merupakan pengakuan atas peningkatan sektor eksternal Indonesia, pemulihan ekonomi Indonesia yang akan berlanjut selama dua tahun kedepan, dan kemajuan bertahap menuju konsolidasi fiskal Pemerintah,” terang Bamsoet.
Sementara peringkat BBB didasarkan pada prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid dan dinamika kebijakan yang berorientasi masa depan.
Bamsoet menambahkan, selain dari basis fundamental ekonomi, terdapat juga berbagai potensi lainnya yang dapat mengantarkan Indonesia menuju peringkat 5 besar kekuatan ekonomi dunia.
Misalnya, besarnya jumlah penduduk yang mencapai 270 juta jiwa, dimana 20 persen diantaranya atau sekitar 50-60 juta jiwa tergolong sebagai kelas menengah.
“Indonesia juga sedang mengalami masa keemasan bonus demografi karena usia produktif (15-64 tahun) mendominasi jumlah penduduk di dalam negeri,” kata Bamsoet.
Dari 270 juta penduduk Indonesia, didominasi oleh generasi Z (1997-2012) sebesar 27,94 persen atau 74,93 juta jiwa, milenial (1981-1996) sebesar 25,87 persen atau 69,38 juta jiwa, dan generasi X (1965-1980) sebesar 21,87 persen atau 58,65 juta jiwa.***