IMF Kesiangan Melihat Masalah Bunga Pinjaman Pemerintah Indonesia yang Sudah Terlalu Tinggi

- Pewarta

Sabtu, 5 November 2022 - 08:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gedung IMF (International Monetary Fund). (Dok. Indiatvnews.com)

Gedung IMF (International Monetary Fund). (Dok. Indiatvnews.com)

BISNISNEWS.COM – Lembaga moneter internasional, IMF dua hari lalu membuat pernyataan bahwa biaya pinjaman pemerintah Indonesia kini terlalu tinggi.

IMF kesiangan alias terlambat melihat masalah ini, tetapi tidak salah karena semakin banyak pihak yang memberikan saran semakin baik bagi demokrasi.

Tetapi parlemen dan pemerintah sekarang tergolong keras kepala dan bebal karena tidak melihat dengan benar dan seksama terhadap suara-suara kebenaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kebebalan publik menutupi saran-saran kebenaran, yang seharusnya diadopsi dalam pengambilan keputusan.

Rakyat banyak berkorban atas kecerobohan kebijakan seperti ini. Pajak rakyat terkuras untuk membayar utang katagori kaleng-kaleng berbunga tinggi.

Tetapi saya tidak menutup kemungkinan melihat pandangan sebagian pengambil keputusan yang naif terhadap kebijakan utang publik yang terus digenjot tanpa perhitungan teknokratis.

Itu terjadi karena watak politik rakus anggaran memang merupakan watak dasar dari politisi.

Tanpa kontrol dan kritik, kebijakan utang yang besar dengan bunga yang terlalu tinggi ditelan mentah-mentah begitu saja.

Kualitas kebijakan fiskal seperti ini naif dan setara dengan negara terbelakang Bangladesh, seperti dikemukakan IMF.

Dana Moneter Internasional atau IMF dalam hal ini benar menganggap  level biaya pinjaman pemerintah Indonesia atau sovereign borrowing costs saat ini terlalu tinggi.

Saya mengatakan tidak pakai nalar yang memadai, IMF mengatakan bahwa kondisi level bunga  pun  tidak relevan dengan upaya pengelolaan fiskal pemerintah yang semestinya semakin baik dari waktu ke waktu.

Mengapa kebijakan fiskal utang publik ini rendah kualitasnya? Berdasarkan data Regional Economic Outlook Asia and Pacific IMF edisi Oktober 2022, Indonesia masuk 3 besar dengan sovereign borrowing costs terbesar bersama Bangladesh dan India.

Besarannya untuk local currency yield sekitar 8 persen untuk tenor 10 tahun. Jawaban atas pertanyaan itu tidak lain adalah faktor politik, yang prosesnya tidak berkualitas.

Pemerintah yang oligarkis dalam mengambil keputusan pada elite terbatas kemaruk dengan watak maximizing budget untuk kepentingan politiknya.

Kontrol check and balance mati karena tidak ada opposisi yang signifikan.

Kualitas partai tidak memadai sehingga jor-joran anggaran berjalan mulus dengan resiko beban utang tingga pada pemerintahan selanjutnya.

Sebagai contoh, pada tahun 2020 utang publik diputuskan sekitar 640 trilyun, kebijakan yang tidak memadai untuk mengendalikan utang secara baik.

Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Tetapi ketika terajdi serangan covid-19, maka tanpa basa-basi utang diputuskan sepihak oleh pemerintah naik menjadi 1200 trilyun rupiah. Realisasinya lebih gila lagi, yakni 1520 trilyun rupiah.

Untuk meloloskan kebijakan naif ini, wewenang DPR dilucuti sehingga APBN hanya diputuskan oleh pemerintah.

Jadi kebijakan fiskal ala regim ini adalah kebijakan fiskal yang ugal-ugalan dengan kualitas setara negara terbelakang Bangladesh.

“Ini terlalu tinggi, dan kita inginnya itu lebih rendah lagi,” kata IMF Senior Resident Representative untuk Indonesia James Walsh saat berkunjung ke kantor majalah nasional di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, Selasa, 1 November 2022.

IMF terlambat melihat ini karena sudah lama masalah ini menjadi sasaran kritik ekonom-ekonomi nasional.

Tetapi tidak bergeming karena akal sehat pengambil keputusan, parlemen dan pemrintah, tertutup watak dasar budget maximizer tanpa kalkulasi yang memadai.

Oleh: Didik J Rachbini, Pendiri dan Ekonom IINDEF Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), artikel dikutip Bisnisnews.com dari media Arahnews.com. ***

Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Bisnisnews.com, semoga bermanfaat.

Berita Terkait

Diprediksi Capai 8,67 Juta Ton, BPS: Periode Januari – Maret 2025, Produksi Beras Meningkat 52,32 Persen
Sustainability Report & Annual Report: Solusi Waktu yang Semakin Sempit dan Deadline OJK Sudah di Depan Mata
IHSG Diproyeksikan Melemah, Target Turun ke 7.277, Investor Mulai Kurangi Risiko di Pasar Modal
Nilai Investasi di Bidang Hilirisasi Tahun 2024 Capai Rp407,8 Triliun, Rosan Roelani Lapor Presiden Prabowo
Jaga Stabilitas Keuangan dan Perbankan Indonesia, LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan
Sebanyak 100 Pengusaha Nasional Hadiri Forum Bisnis (CEO Forum) dan Bussiness Matching Indonesia – India
Resmi, Anindya Bakrie Sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia dan Arsjad Rasjid Ketua Dewan Pertimbangan
Indonesia akan Ajukan Penurunan Tarif Dagang dengan Amerika Serikat Melalui Kerja Sama Bilateral Kedua Negara

Berita Terkait

Sabtu, 8 Februari 2025 - 15:34 WIB

Diprediksi Capai 8,67 Juta Ton, BPS: Periode Januari – Maret 2025, Produksi Beras Meningkat 52,32 Persen

Sabtu, 8 Februari 2025 - 14:42 WIB

Sustainability Report & Annual Report: Solusi Waktu yang Semakin Sempit dan Deadline OJK Sudah di Depan Mata

Rabu, 5 Februari 2025 - 14:44 WIB

Nilai Investasi di Bidang Hilirisasi Tahun 2024 Capai Rp407,8 Triliun, Rosan Roelani Lapor Presiden Prabowo

Kamis, 23 Januari 2025 - 17:34 WIB

Jaga Stabilitas Keuangan dan Perbankan Indonesia, LPS Pertahankan Tingkat Bunga Penjaminan

Rabu, 22 Januari 2025 - 10:52 WIB

Sebanyak 100 Pengusaha Nasional Hadiri Forum Bisnis (CEO Forum) dan Bussiness Matching Indonesia – India

Berita Terbaru