BISNIS NEWS – Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bersama dengan Center for Transdisciplinary and Sustainability Science (CTSS) IPB University mengadakan dialog dalam bentuk webinar bertema “Mengatasi Susut dan Limbah Pangan, Mendorong Transformasi melalui Inovasi dan Kolaborasi”.
Kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran ide dan juga pengalaman tentang kolaborasi multi stakeholder dengan membawa inovasi dan teknologi yang dapat menjadi solusi yang lebih baik, lebih tepat, dan efisien dalam mengurangi permasalahan susut dan limbah pangan.
Di Indonesia, studi Food Loss and Waste melaporkan bahwa kita membuang 23-48 juta ton limbah makanan per tahun pada periode 2000-2019 yang mengeluarkan sekitar 82,26 Mton CO2eq per tahun atau 7,29% dari total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Sempat Sebut Punya Kesamaan Visi dengan Hari Tanoesoedibjo, TGB Putuskan Mundur dari Perindo
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ini setara dengan kerugian ekonomi 213-551 Triliun Rupiah/tahun atau setara 4-5% dari PDB Indonesia (BAPPENAS, 2021).
Yang artinya juga menyumbang sekitar 40,4%, dari total sampah Indonesia pada tahun 2020 (KLHK, 2021).
Dengan latar belakang inilah IBCSD bersama CTSS mengadakan dialog dengan mengangkat isu susut dan limbah pangan.
Baca Juga:
Tingkatkan Daya Saing, BRI Peduli Gelar Pelatihan dan Sertifikasi Halal UMKM dari Berbagai Daerah
Kepresidenan G20 Indonesia mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”.
Untuk mencapai pemulihan ekonomi yang lebih kuat, G20 telah memprioritaskan beberapa agenda, seperti menekankan transformasi digital dan memasukkan pembiayaan berkelanjutan, dimana hal ini juga akan membantu percepatan praktik pengurangan Food Loss and Waste (FLW) di industri terkait.
Sementara itu, SDGs juga menetapkan target spesifik pada SDG 12.3, yaitu mengurangi separuh limbah makanan global per kapita di tingkat ritel dan konsumen dan mengurangi kehilangan makanan di sepanjang rantai produksi dan pasokan, termasuk pascapanen di tahun 2030.
Kegiatan dialog webinar ini di moderatori oleh Wida Septarina, Chairwoman Yayasan Lumbung Pangan Indonesia dan diikuti oleh 125 peserta dari sektor bisnis, akademisi, pemerintah dan lembaga sosial.
Baca Juga:
Ini Cara Bedakan BRImo FSTVL yang Asli dan Palsu! Hati-hati dan Waspada Penipuan BRImo Palsu
BRI Berhasil Cetak Laba Bersih Sebesar Rp45,36 Triliun dengan Fokus Perkuat Fundamental Kinerja
Saatnya UMKM Daftar BRI UMKM EXPO(RT) 2025, Jadi Ajang Masuk Kancah Pasar Global!
Kegiatan ini merupakan bagian dari program IBCSD Gerakan Atasi Susut dan Limbah Pangan 2030 (GRASP 2030) yang diluncurkan pada September 2021.
Saat ini GRASP 2030 didukung oleh 20 signatory yang terdiri dari perusahaan dan organisasi pendukung lainnya.
Dialog ini merupakan forum agar para pemangku kepentingan dapat saling berbagi pengalaman dalam mengatasi permasalahan susut dan limbah pangan.
Dalam sambutannya Ir Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas menyampaikan Pentingnya perubahan mindset dari semua pihak dari hulu ke hilir.
Produksi tidak hanya fokus hanya pada peningkatan produktivitas tetapi juga efisiensi. Dalam permasalahan Food Waste and Loss Masyarakat sebagai konsumen didorong untuk lebih bijak dalam konsumsi agar dapat mengurangi mubazir pangan.
Kolaborasi jd kata kunci terutama terkait pengelolaan rantai pasok pangan perlu terus ada kolaborasi.
Bappenas mendorong G20 dan T20 untuk dapat dijadikan momentum knowledge sharing serta memberikan pemikiran inovatif berbagai kebijakan baik di tingkat global maupun nasional
Kemudian Prof Damayanti Buchori Direktur CTSS menyampaikan Bagiamana kerjasama internasional dapat mendukung setiap negara mengatasi susut dan limbah pangan serta bagaimana pengurangan susut dan limbah pangan dapat meningkatkan produksi pangan dan berdampak positif pada perekonomian
Dalam dialog disampaikan juga oleh Prof. Dr. Ir. Dominicus S. Priyarsono, akademisi dari IPB) bahwa permasalahan data Food Loss and Waste di Indonesia menyiratkan belum adanya awareness dan prioritas dalam mengatasi permasalahan ini.
Lebih lanjut Prof Sonny menyampaikan bahwa dalam kolaborasi internasional, yang perlu didorongkan adalah upaya mengurangi food rejection terkait quality control dan food safety.
Sama pentingnya dengan mengatasi hambatan non tarif handling dan mendorong koordinasi publik dan swasta.
Kemudian Dr Andriko Notosusanto memaparkan persaingan pangan global jadi tantangan sendiri.
Food And Agriculture Organization (FAO) telah memberikan peringatan krisis pangan, negara negara di dunia saling bersaing untuk dapat memenangkan persaingan pangan global.
Di Indonesia gotong royong susut dan limbah pangan menjadi hal penting yang perlu dilakukan mengingat besarnya jumlah pangan yg dibutuhkan dengan penduduk yang besar.
Upaya penanganan food waste lainnya yang perlu dilakukan antara lain memperkuat komunikasi penggiat dan donator, memperkuat Focus Group Discussion untuk penyusunan regulasi, membuat MoU dengan berbagai pihak, memfasilitasi pengurangan food waste, edukasi serta kajian penyusunan database agar target penurunan menjadi clear
Hal lain yang kemudian disampaikan oleh M Agung Saputra, Managing Director Surplus Indonesia. Dijelaskan oleh Agung bahwa Surplus merupakan sebuah komunitas yang awalnya menggabungkan sustainability dan teknologi dengan tagline surplus “Save Food, Save Budget Save Planet” yang membuat program inovatif bagi para pengusaha yang memiliki makanan sisa untuk dapat dijual dengan setengah harga.
Dengan 500 volunteer upaya Surplus merupakan bentuk CSR dengan mendistribusikan makanan berlenih bagi yang membutuhkan. Surplus juga merupakan bagian dari anggota steering committee Gotong Royong Atasi Susut Dan Limbah Pangan 2030 yang merupakan program dari IBCSD.
Angelique Dewi, Head of Corporate Communication Division Nutrifood Indonesia, yang juga merupakan anggota Steering Committee GRASP 2030, menjelaskan bahwa Nutrifood Indonesia melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengadopsi 3 pillar, people profit dan planet.
Hal lain yang mendasari dilakukannya upaya mengurangi susut dan limbah pangan salah satunya dengan melakukan Food Loss Management dengan kerjasama dengan 6 foodbank di Indonesia yang juga berencana dijalankan di daerah lain, dan donasi yang dihasilkan mencapai 4,5 ton susu bubuk dan 500 pax kelebihan pangan yang disebarkan ke komunitas yang membutuhkan.
Angelique juga mengatakan bahwa mengurangi food loss perlu tetap memperhatikan faktor kesehatan dari makanan yang diolah, selain itu perlu bersama sama melakukan edukasi kepada masyarakat dalam upaya mengurangi food loss.
Kolaborasi dapat ditingkatkan melalui GRASP 2030 yang menjadi salah satu jembatan dalam mengatasi susut dan limbah pangan.
Professor Sonny juga menyatakan dalam closing statementnya, bahwa diskusi ini memberikan banyak informasi yang sangat bermanfaat dan menimbulkan optimisme. Inisiatif
yang disampaikan merupakan hal yang baru bagi para peserta, sehingga perlu dukungan penuh pemerintah.
Pemerintah perlu menjadi leader karena sudah menjadi kepentingan umum.
Sebagai penutup Prof Sonny menyampaikan perlu solusi teknologi yang tepat yang dapat mengubah waste menjadi pangan, tidak hanya pakan.
Kerjasama internasional sangat penting untuk saling berbagi informasi dan pengalaman dalam mengatasi susut dan limbah pangan di negara masing-masing.
Kebutuhan pangan indonesia semakin besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan jumlah penduduk yang besar, sementara jumlah lahan sawah tidak bertambah.
Kita sangat mengapresiasi para penyedia kebutuhan pangan serta para pihak yang menggalakkan kegiatan susut dan limbah pangan.
Dalam closing statementnya, Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, mengatakan bahwa kegiatan diskusi hari ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk G20 melalui penyusunan policy brief sebagai jalan keluar permasalahan FLW dalam mendorong sustainable development.
Dikatakan oleh Indah bahwa dengan adanya diskusi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan, yang dapat didiskusikan hingga ke tingkat internasional.***