BISNIS NEWS – Sejak berkecambuknya perang Rusia – Ukraina pada Februari 2022 yang lalu negara negara di Eropa mengalami kesulitan dalam mendapatkan energi.
Karena selama ini Energi yang dikonsumsi negara negara Eropa sebagian besar nya diperoleh dari negara Rusia.
Dengan terus berkecambuknya perang Rusia Ukraina dimana negara negara Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman dan negara negara Eropa lainnya yang lebih berpihak kepada Ukraina.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dan memberikan berbagai sanksi kepada Rusia membuat situasi di Eropa menjadi semakin terguncang hebat.
Hal tersebut disebabkan karena selama ini supply energi bagi negara negara Eropa berasal dari perusahaan Rusia GazProm yang mengalirkan gas melalui pipa Nordstream ke berbagai negara negara Eropa.
Atas sanksi sanksi yang diberikan oleh Amerika, negara blok Nato dan negara negara Eropa lainnya Rusia pun membalasnya dengan mematikan aliran gas nya ke Eropa.
Baca Juga:
Berawal dari Karyawan Minimarket, Toko Ini Berkembang Pesat Berkat Kemitraan dengan AgenBRILink
Nasabah Prioritas Capai 161 Ribu, Kelolaan Aset Wealth Management BRI Tumbuh 23,05%
KPK akan Terbitkan DPO Jika Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor Bersikap Tak Kooperatif
Hal tersebut mengakibatkan harga energi di negara – negara Eropa menjadi sangat mahal.
Banyak warga di negara negara Eropa tersebut yang berteriak, mengeluh akan mahalnya biaya energi yang harus mereka bayar karena situasi tersebut.
Mahalnya energi yang terjadi di Eropa tersebut membuat pemerintah negara negara Eropa mencari solusi untuk mengatasi problem mahalnya energi yang terjadi di Eropa saat ini.
Dan salah satu pihak yang mendapat windfall dari mahalnya energi ini adalah Indonesia.
Baca Juga:
Alexandra Askandar: Pionir ESG dalam Dunia Perbankan Indonesia
Dirut BRI Sunarso Dinobatkan Sebagai Best CEO, BRI Raih 3 Penghargaan dalam TOP BUMN Awards 2024
Batu Bara Indonesia menjadi primadona yang dibutuhkan negara negara Eropa.
Bahkan bulan September kemarin menurut data Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat, ekspor batu bara Indonesia ke Eropa mencapai hingga 3,5 juta ton sampai 4 juta ton sampai pada Oktober 2022 ini.
Jumlah ini merupakan rekor baru eksport batubara ke Eropa. Dimana sebelumnya ekspor batubara ke Eropa biasanya kurang dari 1 juta ton per tahun.
Eropa saat ini memang tengah menghadapi krisis energi termasuk batubara karena ada penyetopan import batubara dari Rusia.
Sehingga batubara dari Indonesia menjadi substitusi import untuk keperluan energi rumah tangga dan industri di Eropa.
Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) mencatat, ekspor batu bara Indonesia ke Eropa mencapai hingga 3,5 juta ton sampai 4 juta ton sampai pada Oktober 2022 ini.
Seperti yang diketahui, Eropa memang sedang membutuhkan bahan baku batu bara untuk kebutuhan energi kelistrikan negaranya di tengah krisis energi yang sedang melanda negara-negara Uni Eropa tersebut.
Batu bara asal Indonesia menjadi substitusi impor Eropa tatkala, negara-negara tersebut mengenakan sanksi ekonomi berupa penyetopan batu bara dari Rusia yang menjadi andalan mereka.
Melonjaknya harga komoditas tambang telah berdampak nyata bagi penerimaan negara, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Realisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) hingga kini tercatat telah mencapai Rp 118,34 triliun atau 279,32% dari rencana target penerimaan tahun 2022 ini yang sebesar Rp 42,37 triliun.
Hal tersebut berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per Senin, 3 Oktober 2022.
“Rencana penerimaan negara 2022 Rp 42,37 triliun. Realisasi Rp 118,34 triliun atau 279,32%,” tulis MODI Kementerian ESDM, dikutip Senin (03/10/2022).
Dari penerimaan negara sektor pertambangan mineral dan batu bara tersebut, mayoritas atau sekitar 70%-80% berasal dari pertambangan batu bara dan selebihnya mineral, seperti nikel, tembaga, emas, timah, dan lainnya.
Adapun penghasilan tertinggi terjadi pada Juli 2022 yakni mencapai Rp 12,55 triliun untuk penjualan hasil tambang, lalu royalti Rp 7,4 triliun, sewa lahan (deadrent) Rp 0,04 triliun, dan pendapatan lain-lain Rp 0,1 triliun.
Melihat besarnya penerimaan negara dari batubara ini maka seharusnya negara yang untung. Semestinya Pemerintah dapat memberikan keuntungan tersebut kepada rakyat Indonesia yang saat ini sedang sulit.
Pemerintah memiliki kemampuan untuk menambah subsidi energi kepada masyarakat yaitu dengan menurunkan kembali harga BBM bersubsidi, tidak menaikkan Tarif Dasar Listrik, membuka program lapangan kerja padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja yang saat ini banyak warga yang menganggur dan berbagai program lainnya.
Dengan cara tersebut maka windfall dari batubara yang merupakan kekayaaan alam Indonesia ini bisa dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kepentingan seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia.
Bila keuntungan ekspor batubara ini tidak dirasakan oleh publik maka benar nyata bahwa policy makers ekonomi Indonesia tidak kompenten.
Karena selalu salah mengalokasikan penerimaan negara bukan untuk kepentingan rakyat.
Opini: Achmad Nur Hidayat, Ekonom & Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Bisnisnews.com, semoga bermanfaat.