CERI Minta Pecat Direksi Pertamina, BBM Subsidi Pertalite Lebih Mahal dari Harga BBM Vivo89

- Pewarta

Senin, 5 September 2022 - 10:20 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi Menteri BUMN Erick Thohir. (Instagram.com/@vedgedraw)

Ilustrasi Menteri BUMN Erick Thohir. (Instagram.com/@vedgedraw)

BISNIS NEWS – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, mempertanyakan pernyataan Dirjen Migas Tutuka Ariadji.

CERI menilai memaksa Vivo menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) Vivo 89 adalah sikap arogansi dan melanggar hukum.

Pasalnya, mendadak publik membanjiri SPBU Vivo di Jabodetabek untuk mencari VIvo 89 yang dijual lebih murah dari Pertalite.

“Terjadi usai harga BBM dinaikan oleh Presiden Jokowi pada Sabtu (3/9/22) siang, dan jadi perbincangan hangat di media sosial sepanjang hari, kata Yusri.

“Jika Vivo89 itu adalah jenis BBM umum. Apa hak pemerintah melalui Dirjen Migas meminta Vivo menaikkan harga Revvo 89? Apakah ini jenis BBM bersubsidi?”

“Kalau bukan, merupakan hak Vivo turunkan harga dengan pertimbangan bisnis. Ada perusahaan ‘obral’, kenapa dilarang?”

“Jika itu katanya stock lama disaat harga minyak dunia diatas USD 100 perbarel, apa malah bukan menegaskan BBM Pertamina bahwa memang tidak efisien?” tanya Yusri heran, Senin, 5 September 2022.

Yusri mengutarakan, pemerintah melalui Dirjen Migas Kementerian ESDM jika mengacu pada Perpres 191 tahun 2014 tidak berwenang melarang perusahaan Vivo menjual BBM jenis Revvo 89 hanya Rp 8.900 perliter.

“Harga Vivo 89 itu mengkonfirmasi bahwa harga keekonomian BBM sejenis Pertalite hanya berkisar Rp 8.500 perliter,” ungkap Yusri.

“Jadi alasan Dirjen Migas bahwa Vivo menjual harga Vivo 89 di bawah harga Pertalite yang sudah disubsidi adalah tak masuk akal sehat, baru pertama sekali saya mendengar alasan seperti ini,” imbuhnya.

Oleh sebab itu, kata Yusri, sebaiknya Pertamina dilarang berbisnis Pertalite, karena harga keenomiannya Rp 17.100 perliter yang tak masuk akal.

“Patut dicurigai harga itu banyak ‘pungutan sambo’, harusnya Dirjen Migas bentuk tim audit telisik ketidak efisienan Pertamina dari hulu ke hlir, loh Pak Dirjen juga sebagai Komisaris di Subholding Pertamina gak paham?” ketus Yusri.

Lebih lanjut Yusri mengatakan, jika Vivo harga keekonomian Vivo 89 dijauh dibawah keekonomian Pertalite yang katanya Rp 17.100 perliter.

Sebaiknya Kementerian ESDM menugaskan Vivo untuk menjual BBM sejenis Pertalite di seluruh Indonesia supaya tidak menjadi beban pemerintah dan rakyat.

“Biar Pertamina fokus jual BBM umum seperti Pertamax 92, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertadex, itupun Harga Pertamax 92 masih disubsidi Pertamina Rp 4500 perliter, meskipun sudah dinaikan oleh pemerintah menjadi Rp 14.500 perliter” kata Yusri.

Yusri menegaskan, Vivo jual BBM seharga Rp 8900 sudah pasti untung, sedangkan Pertamina jual Rp 10.000 malah masih disubsidi Pemerintah Rp 7.200, karena harga keekonomiannya katanya Rp 17.100.

“Pecat saja Direksi dan Komisaris Pertamina yang gajinya gila-gilaan, Rp 3 miliar hingga Rp 5.6 milyar per bulan atau memang akibat Menteri BUMN yang salah pilih Direksi?

“Oleh sebab perlu dikocok ulang seluruh jajaran Direksi di Holding dan Subholding Pertamina,” beber Yusri.

Lagipula, lanjut Yusri, Vivo Energy merupakan perusahaan di bawah PT Nusantara Energy Plant Indonesia.

“Pemegang sahamnya Vitol ltd, berbasis di negara Swiss termasuk trader besar dunia selain Travigura dan Glencore.

Vitol adalah pemasok besar minyak mentah dan BBM serta LPG ke Pertamina, kata Yusri

Kemudian, pada Juni 2019 CERI mendeteksi ada dugaan hengki pengki juga dalam tender pengadaan kontrak LPG selama 5 tahun di ISC ( Intergrated Supply Chain) Pertamina.

“Dimana katanya sejak awal Vitol Singapore dan BGN Turki diduga diatur sebagai pemenang tender, tampaknya dugaan itu belakangan terbukti memang kedua perusahaan itu sebagai pemenangnya” ungkap Yusri.***

Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Bisnisnews.com, semoga bermanfaat.

Berita Terkait

Raja Ampat Memanas: Empat Tambang Nikel Disorot, Indikasi Korupsi Menguat di Balik Izin Lingkungan
Indonesia Hadapi Perang Dagang Global, Pemikiran Soemitro Djojohadikusumo Dorong Hilirisasi Industri: Momentum Bangun Kekuatan
CSA Index Juni 2025 Jadi Bukti Momentum Kebangkitan Pasar Saham Nasional
Proyek Indonesia Airlines Diterpa Isu Hoaks, Iskandar Ungkap Fakta Komunikasi Intensif dengan Kemenhub
Peringatan 75 Tahun Diplomatik, PM Tiongkok dan Presiden Prabowo Bahas Penguatan Industri dan Perdagangan
Bimo Wijayanto Siap Jabat Dirjen Pajak, Tunggu Pelantikan dari Menteri Sri Mulyani di Kemenkeu
Kabar Pergantian Dirjen Pajak dan Bea Cukai Menguat, Kementerian Keuangan Masih Bungkam Soal Kepastian
Terbesar di Indonesia, Portofolio Sustainable Finance BRI Tembus hingga Rp796 Triliun

Berita Terkait

Selasa, 10 Juni 2025 - 07:52 WIB

Raja Ampat Memanas: Empat Tambang Nikel Disorot, Indikasi Korupsi Menguat di Balik Izin Lingkungan

Senin, 9 Juni 2025 - 11:01 WIB

Indonesia Hadapi Perang Dagang Global, Pemikiran Soemitro Djojohadikusumo Dorong Hilirisasi Industri: Momentum Bangun Kekuatan

Kamis, 5 Juni 2025 - 18:51 WIB

CSA Index Juni 2025 Jadi Bukti Momentum Kebangkitan Pasar Saham Nasional

Rabu, 28 Mei 2025 - 08:44 WIB

Proyek Indonesia Airlines Diterpa Isu Hoaks, Iskandar Ungkap Fakta Komunikasi Intensif dengan Kemenhub

Selasa, 27 Mei 2025 - 09:59 WIB

Peringatan 75 Tahun Diplomatik, PM Tiongkok dan Presiden Prabowo Bahas Penguatan Industri dan Perdagangan

Berita Terbaru