BISNISNEWS.COM – Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyebut sekitar 60 perusahaan yang dipunyai oleh sekitar delapan orang pengusaha melakukan berbagai modus untuk melakukan impor tekstil ilegal.
“Mereka mainnya banyak, main di API-P (Angka Pengenalan Importir-P untuk produsen) iya, API-U (Angka Pengenalan Importir-U untuk pedangang umum) iya, main di borongan iya tergantung kalau borong lagi murah mereka banyakin di borongan.”
“Kalau borongan mereka main di API yang dia punya,” kata Ketua Umum APSyFI Redma Wirawasta saat konferensi pers di Jakarta, Jumat 31 Maret 2023.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Program BRI Menanam Berhasil Serap Karbon 2.987 CO2e (Kg) per Tahun dan Dorong Ekonomi Masyarakat
SCROLL TO RESUME CONTENT
Redma menuturkan modus impor ilegal atau yang disebut dengan modus impor unprosedural terdiri dari beberapa cara.
Konten artikel ini dikutip dari media online Ekonominews.com, salah satu portal berita terbaik di Indonesia.
Pertama, under invoice, yakni menurunkan dan mengurangi volume dan nilai barang dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Baca Juga:
IHSG Diproyeksikan Melemah, Target Turun ke 7.277, Investor Mulai Kurangi Risiko di Pasar Modal
Kedua, pelarian daftar penggolongan barang atau yang disebut Harmonized System (HS) dalam PIB ke HS yang bea masuknya lebih rendah
Lalu ada transhipment atau pembuatan dokumen surat keterangan asal impor palsu dari negara yang mempunyai perdagangan perjanjian dagang atau negara yang tidak terkenda trade remedies.
Kemudian impor borongan yang dilakukan tanpa perhitungan bea masuk dan pajak yang seharusnya menggunakan jasa importir undername.
“Praktik ini meniadakan peraturan impor Tata Niaga Impor maupun Trade Remedies.”
Baca Juga:
Pengusaha Muda Brilian 2024, Bukti Keberpihakan BRI dalam Mengembangkan UMKM Berdaya Saing Global
“Pertengahn 2017 hingga 2019, praktik borongan ini dibubarkan oleh Satgas PIBT yang dipimpin Menkeu, namun kembalu marah sejak 2019 hingga saat ini,” ucapnya.
Modus impor borongan yang tengah marak ini, disebut Redma dengan mudah ditemukan di e-commerce.
Ia menjelaskan para pengimpor nakal tersebut secara terang-terangan mencantumkan berbagai jenis modus impor, mulai dari undername import-export, impor resmi, borongan, door to door bahkan hingga membantu customer yang barangnya tertahan di bea cukai karena legalitas impor tidak lengkap dan barang tidak bisa diproses.
Sedangkan untuk perusahaan tekstil yang menyalahgunakan izin impor API-P, berdasarkan investigasi APSyFI di tahun 2020 adalah PT Internal Tekstil. Perusahaan tersebut mendapat kuota impor 32 juta.
Namun, setelah disurvei, hanya terdapat gudang dan tidak memiliki kapasitas produksi.
Kemudian ada PT Windu Eka yang memiliki izin kuota impor untuk 49,5 juta meter.
Namun, kapasitas terpasang hanya 500 ribu meter per tahun dengan jumlah pekerja kurang dari 100 orang.
Padahal untuk memenuhi permintaan 49,5 juta meter diperlukan 9500 karyawan.***