BISNIS NEWS – Sejak akhir tahun 2021, minyak goreng baik curah maupun kemasan sulit ditemukan di pasar, ritel, dan warung-warung. Pun bila ada, harganya naik puluhan persen dari harga normalnya.
Hal ini tentu menyusahkan rakyat, terutama para pelaku UMKM yang sangat tergantung dengan minyak goreng.
Beragam kebijakan sudah dibuat oleh pemerintah untuk coba menjamin ketersediaan dan mengendalikan harga minyak.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Pertemuan Jokowi dan Prabowo, AHY Sebut Silaturahmi Antar Pemimpin Bangsa Sebagai Kegiatan yang Baik
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mulai dari menetapkan harga eceran tertinggi, pajak ekspor, dan memberi jatah prioritas untuk konsumsi dalam negeri. Namun, hal itu masih jauh dari harapan.
Di berbagai daerah antrean membeli minyak murah tak terelakkan, bahkan sampai ada yang meninggal dunia.
Ironi negeri penghasil minyak sawit, tetapi mengalami kelangkaan minyak.
Baca Juga:
Jelang HUT ke-129, BRI Borong 7 Penghargaan di Ajang Top 100 CEO & The 200 Leader Future Forum 2024
Ada sedikit harapan ketika Presiden Jokowi mengatakan sudah mengetahui mafia-mafia minyak.
Publik berharap apabila hal itu sudah mendapat perhatian presiden, maka akan dengan cepat masalah kelangkaan minyak bisa diatasi. Entah bagaimana caranya.
Lalu tiba-tiba, Menteri Perdagangan menyatakan pemerintah telah mencabut harga eceran tertinggi. Seketika juga ketersediaan minyak goreng membludak.
Celakanya, Mendag mengakui bahwa pemerintah tak kuasa mengontrol harga minyak yang sudah sedemikian rupa diciptakan oleh para mafia.
Baca Juga:
Sosok Ini Berhasil Memberdayakan Komunitas Perempuan di Lamongan Jatim, Melalui Pendampingan BRI
Semakin mengecewakan hal itu disampaikan oleh Mendag di depan DPR, yang notabene merupakan wakil rakyat.
Maka tak berlebihan bila menyebut negara kalah oleh para mafia! Pemerintah gagal melindungi dan menjamin hak rakyat untuk mendapatkan barang pokok yang terjangkau.
Lantas, apa gunanya Presiden Jokowi mengetahui mafia minyak bila tak bisa melawannya?
Di tengah keprihatinan tersebut, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri malah memberikan pernyataan yang tak simpati kepada rakyat, kepada wong cilik.
Diberitakan media, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ini mengelus dada ketika melihat ibu-ibu saling berebutan membeli minyak goreng.
Bukan soal harganya, Megawati bingung kenapa ibu-ibu tidak memilih alternatif cara memasak selain menggoreng.
Masalahnya, ini bukan perkara alternatif cara memasak, melainkan kalahnya pemerintah atau negara menjamin hak rakyat.
Soekarno mendirikan Indonesia untuk menyejahterakan dan menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini adalah amanat yang menjadi keramat.
Naiknya minyak goreng mungkin adil bagi para mafia atau pengusaha, tetapi tidak adil bagi rakyat, bagi wong cilik yang hidup sangat sulit sejak pandemi menerpa Indonesia.
Hari ini negara kalah dari mafia minyak, bukan tidak mungkin esok lusa akan kalah dengan mafia narkotika atau mafia lainnya.
Negara itu kuat, semestinya bisa menang melawan mafia apapun. Negara jangan cuma menang melawan rakyat sendiri.
Opini: Virdika Rizky Utama, Peneliti PARA Syndicate